Betapa seringnya saya mengeluh…. hal apapun selalu saya keluhkan. 🙁
Sebelum Ramadhan tiba, saya membuat begitu banyak resolusi, salah satunya adalah menyumbangkan buku-buku adam semasa kecil hingga TK. Buku-buku itu saya beli untuk membekali proses tumbuh kembangnya adam. banyak hal yang adam dan saya dapatkan dari buku-buku itu, yang ingin saya share dengan orang lain. Buku-buku itu sudah memenuhi lemarinya adam dan harus diganti dengan buku-buku adam selama SD. tanpa bertanya dulu dengan adam, semua buku-buku itu saya bungkus dengan kertas kado, paginya saya baru minta ijin ke adam, betapa kesalnya saya ketika adam sedih… ya sedih karena buku-bukunya akan diberikan kepada perpustakaan. sangat jelas terlihat betapa sedihnya adam akan kehilangan buku-buku tersebut. akhirnya, buku-buku yang sudah saya bungkus rapi tersebut saya bongkar lagi, saya bujuk adam dengan cerita-cerita tentang perbuatan baik, tetapi tetap tidak mempan juga, muka adam masih juga terlihat sedih. akhirnya saya tidak jadi membawa buku-buku itu. dengan perasaan yang marah dan kesal saya mengeluh, apakah adam tidak mempunyai rasa empati?? antara kesal, marah dan sedih…
Setelah beberapa hari saya selalu bercerita tentang perbuatan-perbuatan baik yang sudah dilakukan oleh beberapa orang, tetap saja, saya masih tidak berhasil membawa buku-buku itu keluar dari rumah. Akhirnya saya menyumbang tidak dalam bentuk buku, tetapi dalam bentuk uang. Mengapa uang??? setelah lama berfikir, buku-buku itu memang saya yang membeli, tetapi saya membeli untuk adam, artinya buku-buku itu bukan kepunyaan saya, tetapi kepunyaan adam. saya tidak mempunyai buku, tetapi yang saya punya adalah uang. karena itu saya memberi dalam bentuk uang.
Beberapa hari yang lalu, saya mengeluarkan baju-baju koko adam, karena baju-baju tersebut sudah kecil, sudah tidak bisa dipakai lagi oleh adam. protes kecil adam saya tidak pedulikan saat itu. difikiran saya, baju sudah tidak bisa dipakai, akan lebih baik jika baju itu bisa dipakai oleh orang lain yang benar-benar membutuhkannya. kembali saya mengeluh… tentang empati-nya adam. sebagai pengganti kosongnya lemari pakaian adam, saya belikan baju koko. tetapi yang ada, adam selalu rewel ketika akan sholat tarawih di mesjid, dia selalu mengingat baju-baju koko-nya yang sudah tidak ada lagi.
Menjadi seorang ibu, tidak lah mudah, begitu juga menjadi seorang anak. anak akan belajar dari ibu, begitu juga ibu akan belajar dari anak. keduanya saling kait mengkait.
setelah lama berdiskusi, akhirnya saya mendapatkan pencerahan…
Ya… kembali ke masalah saya yang selalu mengeluh.. mengapa saya mengeluh??? ketika menurut saya sesuatu tidak sesuai dengan keinginan, pikiran dan nalar saya, maka saya akan mengeluh…
haiiiiii……… bagaimana dengan adam??? apakah pernah saya mendengakan keluhannya?? apakah pernah saya tanya mengapa dia begitu sedih akan buku-bukunya, akan baju-bajunya.??? adakah cerita indah selama saya dan dia membaca buku?? adakah cerita indah, moment dia dibelikan buku dan baju-baju itu ???
ternyata, saya harus banyak belajar dari adam. adamlah yang selama ini mengerti tentang saya. bukannya saya yang mengerti dia. selama ini saya selalu melakukan hal yang menurut saya baik untuk proses tumbuh kembangnya adam, tanpa bertanya dulu kepadanya.
Adam sangat menyayangi saya, terlihat jelas dari kedua contoh diatas, mengapa saya tidak juga peka?? mengapa saya ulangi kembali kejadian kedua?? adam sangat menghargai saya dengan tidak merelakan buku dan bajunya diberikan kepada orang lain. begitu banyak kenangan yang didapat adam dengan buku dan baju tersebut. itu adalah area pribadinya adam.
saya dengan pikiran saya, begitu juga adam dengan pikirannya sendiri. anak sama dengan orangtua, sama-sama butuh area privasi. area yang hanya dia sendiri yang boleh menentukan. bukankah begitu juga kita?? keputusan kita, adalah area pribadi kita.
I’ve been there, I’ve done that…
I’ve made silly mistakes..
I’ve made stupid actions…
I’ve made wrong decisions…